Kamis, 13 Juni 2013

THE SUN: THE ENERGY OF THE SUN COMES FROM NUCLEAR FUSION

THE SUN: THE ENERGY OF THE SUN COMES FROM NUCLEAR FUSION



Ali Sina 

On Thu, Jun 6, 2013 at 6:45 AM




Someone Ask:

Can you explain to me about the sun. I mean the sun was shining and the heat reaches millions of years 6000 - 7000 degrees Celsius, which is my question: Where is the energy to generate heat?  Why not endless energy or oil are burned?


 

Ali Sina:


The energy of the sun comes from nuclear fusion. This happens when atoms are under immense pressure. Sun is a million times more massive than the Earth. The atoms in its core are under extreme pressure. This pressure cause nuclear fusion. The energy is then released and it takes a million years for this energy to come to the surface of the sun and erupt as huge explosions. Any celestial object with a large mass will become a sun. All stars are suns. Smaller suns become red dwarf and larger sun become super nova. Only suns the size of our sun can have enough energy and live long enough to sustain planets on which life can evolve.  The energy of nuclear fusion is millions of time more powerful than the energy form burning oil. If the sun were made of burning oil, it would have died very fast and it would not have been as hot to give us enough heat.














Rabu, 12 Juni 2013

SUAP MEMBUTAKAN MATA ORANG BIJAKSANA

Kamis, 21 Februari 2013

SUAP MEMBUTAKAN MATA ORANG BIJAKSANA



Oleh Pdt. Teguh Hindarto, MTh.


Di era Reformasi yang mengedepankan jargon-jargon (semboyan) al., demokrasi, kebebasan berpendapat, reformasi birokrasi, reformasi hukum, keadilan sosial, anti korupsi dll justru kenyataan-kenyataan di atas semakin menguat saja kepermukaan.

Dibentuknya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) bukan menghentikan dan meminimalisir korupsi dan suap, sebaliknya semakin merajalela di tubuh badan-badan pemerintahan serta partai politik dengan ditemukannya berbagai fakta dan kasus yang ditemukan oleh KPK. Ini bukan bermakna keberadaan KPK menjadi stimulan kemunculan korupsi, melainkan eksistensi dan kerja KPK menyebabkan aktifitas korupsi sistemik di segala bidang mulai terkuak satu persatu dan belum memberikan efek jera kepada pelaku korupsi.

Publik kembali dikejutkan oleh kasus yang sedang hangat hari ini dibahas yaitu kasus suap kuota impor daging sapi yang melibatkan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bernama Luthfi Hasan Ishaaq[1]. Ternyata tindakan melawan hukum berupa kasus suap tidak melihat apakah orang tersebut beragama apa atau berasal dari partai berbasis agama atau tidak. Kasus Lutfi Hasan Ishaaq membuktikan bahwa partai berbasis agama tidak menjamin pelaku organisasi kepartaian ini akan menjadi orang yang bersih dan terbebas dari suap dan korupsi.
Bagaimana iman Kristen memandang kasus suap? Tuhan YHWH melalui Torah-Nya ribuan tahun lampau telah mengecam dan melarang praktek suap. Kitab Keluaran (Sefer Shemot) 23:8 Tuhan YHWH bersabda agar para hakim di Israel dalam menjalankan peradilan dalam sistem Teokrasi diperintahkan, “Suap janganlah kauterima, sebab suap membuat buta mata orang-orang yang melihat dan memutarbalikkan perkara orang-orang yang benar”.


Dalam bahasa Ibrani kata Sokhad bermakna “hadiah” dan “pemberian diam-diam” alias “menyogok”. Salah satu bentuk penyuapan adalah Gratifikasi. Apa arti Gratifikasi? “Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya”[2]. Selanjutnya dikatakan mengenai Gratifikasi, “Landasan hukum tindak gratifikasi diatur dalam UU 31/1999 dan UU 20/2001 Pasal 12 dimana ancamannya adalah dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit 200 juta rupiah dan paling banyak 1 miliar rupiah. Pada UU 20/2001 setiap gratifikasi yang diperoleh pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap suap, namun ketentuan yang sama tidak berlaku apabila penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) yang wajib dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima”[3].
Torah berkata, “Suap janganlah kauterima” (wesokhad lo tiqqakh). Torah memberikan alasan mengapa seseorang dilarang menerima suap. Pertama, “membuat buta mata orang-orang yang melihat” (ki hasokhad yeawwer piqhim). Bukankah ayat tersebut sudah terbukti kebenarannya ketika seseorang terpandang, berpengaruh, berkedudukan, kaya raya, tiba-tiba menjadi orang yang seolah-olah buta dan mengalami disorientasi tujuan kehidupan sehingga berfokus pada mendapatkan keuntungan pribadi dengan melanggar hukum?

Kedua, “memutarbalikkan perkara orang-orang yang benar” (wisallep divre tsadiqim). Bukankah banyak kasus dimana orang yang tidak bersalah dapat diubah statusnya menjadi terdakwa di persidangan dan harus mengalami hukuman yang tidak seharusnya oleh karena suap dan uang sogok yang diberikan kepada hakim atau jaksa tertentu. Kita kerap mendengar pula tentang “Markus” (Makelar Khusus) dimana mereka adalah oknum hakim yang dapat memperjual belikan perkara. Betapa jahatnya uang suap dan sogokkan.

Ketiga,“sebab suap membuat buta mata orang-orang bijaksana” (hasokhad yeawwer eyney khakamim) – (Ulangan – Sefer Devarim 16:19). Bukankah sudah terbukti bahwa orang bijaksana, cerdik pandai, terpandang menjadi seorang yang bodoh dan pesakitan serta diumpat banyak orang akibat melakukan kejahatan suap?
Mungkin banyak orang tidak menyadari bahwa menyuap untuk keuntungan diri sendiri dan orang lain merupakan tindakan kejahatan. Ketidaksadaran tersebut dikarenakan suap tidak melibatkan kekerasan fisik seperti mencuri, membunuh, merampas, merampok. Namun memperoleh keuntungan secara tidak wajar melalui proses suap adalah sebuah kejahatan.

Torah mengatakan bahwa suap dan gratifikasi adalah kejahatan, “Sebab Aku tahu, bahwa perbuatanmu yang jahat banyak dan dosamu berjumlah besar, hai kamu yang menjadikan orang benar terjepit, yang menerima uang suap dan yang mengesampingkan orang miskin di pintu gerbang”(Amo 5:12). Frasa “bahwa perbuatanmu yang jahat banyak dan dosamu berjumlah besar” (rabim pish’ekem we’atsumim khatoteykem) dihubungkan dengan frasa “menerima uang suap” (loqkhey kofer).


Bagaimana kita menanamkan kepada umat Kristen bahwa suap dan gratifikasi adalah sebuah kejahatan dan kekejian yang merugikan bukan hanya diri sendiri melainkan orang lain? Pertama, Gereja khususnya para pendeta harus mengangkat tema tentang suap sebagai sebuah kejahatan dan bagaimana Tuhan melarang aktifitas suap dalam kehidupan sehari-hari. Mimbar gereja bukan hanya membatasi diri menyampaikan kotbah-kotbah yang bersifat polemik doktrinal ataupun kesalehan pribadi belaka (ibadah, tsedaqah, menolong orang lain, dll) melainkan mendidik umatnya untuk mengerti bahwa suap dan gratifikasi adalah kejahatan di mata Tuhan dan negara. Pendeta dan para rohaniawan Kristen harus menanamkan bahwa kelayakan seseorang di hadapan Tuhan bukan semata-mata dia melakukan kesalehan individual melainkan kesalehan sosial sebagaimana dikatakan dalam Mazmur 15:1, “siapa yang boleh menumpang dalam kemah-Mu? Siapa yang boleh diam di gunung-Mu yang kudus?” (Mzm 15:1). Dari sekian kategori yang dijabarkan, salah satunya berbunyi, “dan tidak menerima suap melawan orang yang tak bersalah” (Mzm 15:5)

Kedua, Institusi pendidikan dalam hal ini sekolah dari tingkat sekolah dasar sampai menengah atas harus memasukkan kurikulum baru baik dalam bentuk mata pelajaran budi pekerti atau mata pelajaran khusus yang membahas persoalan-persoalan yang merendahkan martabat diri dan bangsa yaitu salah satunya praktek suap dan gratifikasi.

Ketiga, lembaga terkecil dalam masyarakat yaitu keluarga harus menanamkan nilai-nilai moralitas dan memberikan wawasan bahwa suap dan gratifikasi merupakan perbuatan yang tercela dan bertentangan dengan moralitas serta merendahkan martabat diri.

Sinergi antara Gereja (dan juga semua lembaga keagamaan non Kristen) dan institusi pendidikan serta keluarga dalam menanamkan pada anak didik sedini mungkin bahwa suap dan gratifikasi adalah perbuatan tercela, akan mencegah secara dini tindakan-tindakan kejahatan tersebut kelak saat mereka menjadi pejabat publik karena telah tertanam dalam alam bawah sadar serta menjadi gaya hidup.

Umat Kristen harus meneladan Mesias dalam pikiran, perkataan, perilaku. Menolak suap adalah salah satu dari Akhlaq Al Masih atau Halaqah ha Mashiakh. Sungguh menyedihkan jika ada orang-orang Kristen memberikan suap kepada aparat kepolisian atau pengadilan demi membebaskan dirinya atau salah satu anggota keluarganya dari jerat hukum. Sungguh memperihatinkan jika ada orang-orang Kristen demi memenangkan suatu perkara yang lemah baik mengenai usaha, tanah, kepemilikan dengan menyuap aparat hukum dan peradilan. Sesungguhnya mereka telah memenuhi apa yang dikatakan Firman Tuhan, “sebab suap membuat buta mata orang-orang yang melihat dan memutarbalikkan perkara orang-orang yang benar”

Marilah kita menjadi orang-orang Kristen dan pengikut Yesus Sang Mesias yang bertanggung jawab dan membersihkan diri dari perilaku tidak terpuji yaitu suap dan sogok demi mendapatkan keuntungan pribadi atau orang lain namun disatu sisi merugikan institusi bahkan negara.




[1] Presiden PKS Tersangka Suap Impor Daging
http://www.tempo.co/read/news/2013/01/30/063458015/Presiden-PKS-Jadi-Tersangka-Suap-Impor-Daging

[2] Gratifikasi
http://id.wikipedia.org/wiki/Gratifikasi

[3] Ibid.,



Sumber: http://bet-midrash.blogspot.com/2013/02/suap-membuta-buta-orang-bijaksana.html#more



Minggu, 09 Juni 2013

ZAMAN KEDEWASAAN ISA AL-MASIH (YESUS KRISTUS) SEMASA UMUR BAGINDA ANTARA 12-30 TAHUN

Kedua:

ZAMAN KEDEWASAAN ISA AL-MASIH (YESUS KRISTUS) SEMASA UMUR BAGINDA ANTARA 12-30 TAHUN



"Masih banyak hal-hal lagi yang diperbuat oleh Yesus (Yahshua), tetapi jikalau semuanya itu harus dituliskan satu persatu, maka agak dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus  ditulis itu."  Yohanes Pasal 21  ayat 25  


Keempat-empat periwayat Injil hanya menceritakan kehidupan Yesus (Yahshua) ketika Ia dilahirkan (Mat. 1:18-25; Luk. 2:1-7), disunat pada usia 8 hari dan diserahkan di Bait Elohim (Luk. 2:21-40). Ia kembali muncul di Bait Elohim yang sama pada umur 12 tahun (Luk. 2:41-52). Yesus  tampil di depan umum setelah dibaptis oleh Yohanes. "Ketika Yesus memulai pekerjaan-Nya,  baginda berumur kira-kira 30 tahun" (Luk.2:23).  

Jadi, ada "waktu senyap" ("the silent period") selama 18 tahun, yaitu antara baginda usia 12 sampai usia 30 tahun. "Kesenyapan" ini (minimal kalau kita mengikuti corak fikiran itu),  telah menyebabkan banyak penulis mencoba mengisinya menurut tuntutan kepentingan dan  andaian-andaian mereka sendiri.  Dari abad ke abad, khususnya setelah zaman Rasuli yang dimulai pada akhir abad ke-2  Masehi, berbagai spekulasi mulai berkembang. "Kisah-kisah lancung" inilah yang akhir  menjadi tulisan-tulisan apokrifa dan pseudographa.1)

Sastera ini banyak dijadikan rujukan oleh ahl al-bid’ah (heresy). Contoh-contoh tulisan apokrif ini, misalnya Injil al-Tufuliyah (Arabic Gospel of Infancy) yang berasal dari abad ke  7 Masehi. Dalam buku ini dikisahkan bahwa Yesus dapat berbicara pada waktu bayi ketika Dia  sedang digendong Maryam, ibu baginda. "Ana huwa Yasu’a Ibn Allah" (Akulah Yesus, Putra Elohim), kata bayi Yesus kepada ibu-Nya, "alladzi walidati kamma basyiruki Jibril al-Malak wa  atta arsalni lil khalash al-‘alam" (yang dilahirkan sebagai berita gembira dari Malaikat Jibril  kepadamu dan aku diutus untuk keselamatan dunia).2)  

Selanjut, berita Injil Matius 2:13-15 yang berkisah tentang pelarian Isa dan keluarga Baginda  ke Mesir, dalam Injil Palsu Matius/Pseudo Gospel of Matthew yang berasal dari abad ke-5  Masehi, dikembangkan menjadi kisah-kisah ajaib yang berlebihan. Seperti pohon korma yang  kononnya membungkuk menuruti perintah kanak-kanak Yesus untuk mengeluarkan buahnya  dan air segar yang memancar dari bawah pohon itu.

Demikian pula, kisah-kisah ajaib mengenai remaja Yesus yang membuat burung dari tanah  liat, dimuat dalam The Gospel of Thomas (Injil Thomas) berbahasa Yunani. Injil tersebut  berasal dari abad ke-3 Masehi. 3) Kisah-kisah ini sangat populer di kalangan sekte-sekte bidat  Kristen di tanah Arab menjelang dan pada saat kelahiran Islam.  



Ketiga:

THE DEAD SEA SCROLLS: MENCARI JEJAK YESUS KRISTUS DI GUA-GUA WADI QUMRAN  


Sejak tahun 1947, setelah penemuan manuskrip-manuskrip Laut Mati, para ahli sibuk mengaitkannya dengan sejarah kekristenan awal. Menurut kesepakatan para ahli yang  terkenal, gua-gua Laut Mati menyimpan bukti sejarah orang-orang Eseni (Essene). Kaum  Eseni adalah sekelompok orang Yahudi yang tidak puas dengan pemilihan imam besar di  Bait Elohim Yerusalem. Lalu, mereka mendirikan komuniti tersendiri di Laut Mati di bawah  pimpinan seseorang yang bergelar Guru Kebenaran (Moreh Hassedeq) atau Guru Komunitas (Moreh hayyahad).  

Menurut tokoh, James H. Charlesworth, komuniti Qumran dimulai kira-kira tahun 150 S.M. dan berakhir ketika tentera Roma menghancurkan tempat ini pada tahun 68 M. 4)

Dari sebelas  gua yang dihuni orang-orang Qumran, mereka meninggalkan naskah-naskah kuno termasuk  teks-teks Alkitab Perjanjian Lama. Naskah tersebut sebagian besar tertulis dalam bahasa  Ibrani/Arami dan sebahagian kecil sisa berbahasa Yunani (khusus gua tujuh). Manuskrip  terkuno dapat ditentukan berasal dari tahun 250 S.M., 100 tahun sebelum manuskrip itu  dibawa oleh penghuni Qumran dalam tempat pengungsiannya.  

Pada awal penemuan naskah-naskah ini, dunia ilmu pengetahuan seperti tersentak. Lebih- lebih, ketika para ahli sedang mencari-cari 18 tahun kehidupan Yesus yang tidak dikisahkan  dalam Kitab Injil (Perjanjian Baru). Hal ini tampak dari judul buku Dr. Charles Francis Potter, The Lost Years of Jesus Revealed. 5)

Sehingga banyak orang berharap cemas terhadap penemuan terbesar abad ke-20 tersebut. Secara khusus dalam usahanya mencari "benang merah" dengan sejarah kekristenan mula-mula. "Dalam banyak segi", tulis Duport Summer, "Tuan (Master) Galilea itu tampak sebagai  seolah-olah seorang 'reinkarnasi Guru Kebenaran' dari Qumran yang sangat  mencengangkan." 6)  

Sedangkan Potter, sambil mengutarakan teorinya bahwa kononnya kaum Eseni Qumran adalah "ibu dari kekristenan", secara lebih bombastik lagi menulis:  "Dan sekarang setelah terbukti bahwa sejarah kekristianan dapat ditemukan  dalam masyarakat yang disebut Perjanjian Baru (B’rit ha-Hadasah) yang biasa  disebut Eseni. Masalah penting yang menantang seluruh dunia Kristen ialah,  apakah seorang anak akan mempuinyai keperwiraan, keberanian, dan  kejujuran untuk mengakui dan menghormati ibunya sendiri." 7)  

Robert Einseman, salah seorang dari sarjana peneliti Qumran yang sangat liberal, menunjukkan bahwa banyak petunjuk yang jelas menghubungkan Qumran dengan  kekristenan awal. Einseman berasaskannya dari fakta bahwa kekristenan Yahudi awal di  Yerusalem desebut Notzrim (im bentuk jamak), yang menunju komunitas "pengikut Yesus,  orang Nazaret" (Kis. 24:5; Mat. 2:23). Robert Einseman menghubungkan nama Kekristenan  awal ini dengan istilah kelompok Qumran yang juga disebut "Notzeri ha-Berit" (yang memelihara Perjanjian).  

Selanjut, Einseman juga mengemukakan fakta tentang ada komunitas Kristen Yahudi pada abad ke-2 Masehi di Jabal Fahin (Yunani: Pella), seberang Yordan, yang disebut "Ebionit".  Karena istilah ini berasal dari bahasa Ibrani Ebiyon, "orang-orang miskin", maka cocok  dengan identitas jemaah Yerusalem sendiri (Gal.2:10).  Data-data ini oleh Einseman ditafsirkan sedemikian rupa, sehingga terbangunlah teori yang menganggap bahwa Guru Kebenaran (Moreh hassadeq) yang disebut dalam naskah-naskah  Qumran adalah Yakobus, saudara Yesus yang juga digelar Ha-Tsadiq (Yang Benar) dalam  gereja kuno. Sedangkan 2 watak lain yang jahat, yang oleh Einseman ditafsirkan Kayafas dan  pendusta adalah Rasul Paulus. Dengan menyebut Paulus kononnya sebagai pendusta, maka  Einseman mempertentangkan kekristenan yang paulinis dengan kekristenan Yahudi di  Yerusalem. 8)  

Walaupun ada kemiripan antara komuniti Qumran dengan keKristenan, semua teori di atas terus berubah. Jika pada awal penemuan naskah ini sosok Guru tergolong cukup  bermisteri, kini menjadi tidak lagi setelah data-data semakin lengkap dikaji-teliti. Memang, istilah-istilah Eseni, Oseni, Natsorea, Ebiyonim, Notsrim, Hasidim,  Zaddikim tampak sebagai variasi-variasi atas tema yang satu dan sama. Istilah Eseni,  misalnya, berasal dari kata "osei hattorah" (mereka yang melakukan Torah).  

Jadi meskipun nama-nama itu berkaitan, tetapi semua menunjuk pada latar belakang spiritual/kerohanian bersama. Ertinya, sangat gegabah dan membabi-buta untuk waktu  sekarang mencari asal-usul istilah Perjanjian Baru dari Qumran. Sebab istilah itu berakar dari  pengharapan Yudaisme pada umum (banding Yeremia bab 31).  Juga, Mengasalkan tema Injil Yohanes tentang "terang dan gelap" dari salah satu naskah Qumran (1QM) berjudul Milkamah (Perang). Naskah ini memuat "peperangan anak-anak terang dan anak-anak kegelapan." Sebab tema gelap dan terang adalah tema umum  Yudaisme, dan lagi dalam pandangan Qumran peperangan itu bersifat abadi. Sedangkan  sebaliknya dalam Injil Yohanes:  "Terang itu bercahaya dalam kegelapan, dan kegelapan itu tidak menguasai-Nya"  (Yoh. 1:5).  

Jadi, terlalu pagi untuk menyimpulkan bahwa kekristenan berasal dari kaum Eseni di Qumran. Apalagi untuk menyimpulkan bahwa Guru Kebenaran itu Yesus sendiri.  Kesimpulan semacam itu telah dibuat oleh 2 orang penulis polemik Muslim yang tidak  berasal dari kalangan ahli atau pakar. Mereka adalah O. Hasyem dalam bukuTantangan Dari  Qumran, 9) dan Saleh A. Nahdi dalam buku, Nafiri Maut dari Lembah  Qumran. 10) 

Berdasarkan penelitian penulis lain yang belum final, antara lain Charles  Francis Potter dan Duport Summer yang telah disebutkan di atas, kedua penulis Muslim  ini terburu nafsu menyimpulkan bahwa ajaran Kristen adalah hasil pemalsuan dari  ajaran Yesus asli. Logik mereka begini, Yesus adalah Guru Kebenaran sendiri. Padahal  setelah diteliti, dalam naskah-naskah Qumran tidak ada ajaran mengenai penyaliban Yesus,  Tritunggal, dan pokok-pokok ajaran Kristian lainnya.  

Dengan berlagak sebagai ahli dan 'pakar', kedua penulis itu juga menguraikan perbedaan-perbedaan ajaran Kristen dengan Guru Kebenaran untuk menyatakan "kepalsuan ajaran  Kristen". Padahal, Yesus jelas-jelas bukan Guru Kebenaran yang dimaksud dalam  8 naskah-naskah Qumran itu. Masa hidup Guru Kebenaran memang terjadi sebelum zaman Kristus. Jean Danielou dalam The Dead Sea Scrolls and Primitive Christianity menulis bahwa Guru Kebenaran dari sekte Eseni di Qumran telah wafat kira-kira tahun 50 S.M.11) Lebih-lebih penemuan terakhir dari The Dead Sea Scrolls.

Menurut hasil penelitian O'Chalagan, terta salah satu naskah berbahasa Yunani yang ditemukan di gua tujuh adalah serpihan fragmen Injil Markus 6:52-53 dan 1 Timotius 3:16.12). Bukti baru ini menunjukkan bahawa teori yang selama ini menentukan penulisan Injil Markus setelah tahun 60 akan gugur. Sebab menurut kesaksian sejarawan Yahudi, Flavius Josephus dalam Antiquities of The Jews,13) komuniti Qumran berakhir akibat serangan militer Roma pada tahun 68 Masehi. Jadi, Injil ini sudah ada di Qumran kemungkinan karena dibawa oleh orang-orang Kristian yang menginjil setelah cetusnya perang Yahudi tahun 66 M. Oleh kerana itu, Injil harus ditulis pada masa yang lebih awal lagi. Bahkan sudah ditemukannya fragmen Surat Paulus di Qumran, jelas telah menggugurkan teori 'pertentangan Yakobus dan Paulus' sebagaimana dikemukakan di atas. 


DI MANAKAH YESUS BERADA KETIKA BERUSIA 12 SAMPAI 30 TAHUN?

Dari deskripsi tersebut di atas, jelas bahwa semua teori yang mencari-cari "the silent period" Yesus itu akan tinggal sebagai spekulasi cerdik belaka. Bahkan teori-teori seperti itu sebenarnya tidak akan muncul apabila kita memahami latar belakang kehidupan Yesus, "yang lahir dari seorang perempuan yang takluk kepada hukum Taurat" (Gal. 4:4). Mengapa Yesus ditampilkan hanya kelahirannNya, usia 12 tahun dan baru ditulis lagi setelah berusia 30 tahun? Dari perspektif Yahudi, hal itu bukan hal yang aneh. Sebab menurut budaya Yahudi seorang lakI-laki baru boleh mengajar di depan muka umum hanya pada usia 30 tahun. 

Menurut hukum Yahudi, usia seorang anak digolongkan dalam 8 tahapan:
1. Yeled, "usia bayi";
2. Yonek, "usia menyusu";
3. Olel, "lebih tua lagi dari menyusu";
4. Gemul, "usia disapih";
5. Taph, "usia mulai berjalan";
6. Ulem, "anak-anak";
7. Na'ar, "mulai tumbuh remaja"; dan
8. Bahar, "usia remaja". 14) 

Dari catatan tentang kehidupan Yesus dalam Injil, kita hanya membaca 3 klasifikasi usia saja yang ditulis, yaitu bayi (yeled), usia disapih (gemul), yaitu ketika Ia diserahkan di Bait Allah di hadapan Simeon dan Anna, dan remaja (bahar, 12 tahun) ketika Yesus diajak Mar Yusuf dan Sayidatina Maryam -kedua orangtuaNya -ke Yerusalem.

Mengapa Yesus muncul pada usia 12 tahun? Karena usia 12 bagi tradisi Yahudi zaman Yesus begitu penting. Seorang anak laki-laki Yahudi harus melakukan upacara yang disebut Bar Mitzvah (anak Hukum). Menurut legenda Yahudi, pasa usia 12 tahun Nabi Musa meninggalkan rumah putri Fir'aun. Pada usia yang sama juga, Nabi Samuel menerima suara  yang berisi Ilahi dan Salomo (Nabi Sulaiman) mulai menerima hikmat Elohim dan Raja Yosia  menerima visi reformasi agung di Yerusalem.15)  

Dalam rangkaian ritus Yahudi itu, Yesus harus melakukan 'aliyah (naik) dan Bemah (menghadap mimbar untuk menerima kuk hukum Taurat). Upacara ini dilakukan  pada hari Sabat, karena itu disebut juga thepilin Shabat.  Sejak abad Pertengahan, usia Bar Mitzvah dilakukan pada usia 13 tahun.16)

Menurut literatur  / sastera Yahudi abad pertengahan, Sepher Gilgulim, semua anak Yahudi sejak usia 12  tahun, mulai menerima ruach (roh hikmat) dan pada usia 20 tahun ditambahkan  bagi nishama (reasonable soul, "jiwa akali").  Mulai usia 20 tahun seseorang harus memasuki sekolah khusus Yahudi (Beyt  Midrash). Sedangkan tahapan-tahapan pendidikan Yahudi sebagai berikut: Mikra (membaca  Taurat) mulai usia 5 tahun, Mishna mulai usia 10 tahun, Talmud pada usia 13  tahun (zamanYesus 12 tahun); Midrash pada usia 20 tahun, dan sejak usia 30 tahun baru  boleh mengajar di depan muka umum dan khalayak ramai.17)  

KESIMPULAN
Dari tahapan-tahapan pendidikan Yahudi pada zaman Isa a.s. serta latar belakang agama dan budaya, jelas bahwa andaian-andaian dan spekulasi-spekulasi mengenai 18 tahun kehidupan  Yesus yang kononnya "hilang", sama sekali tidak mempunyai landasan sejarah. Jadi, ke mana  Yesus selama usia 12 sampai dengan 30? Jawaban, berdasarkan data-data Injil sendiri (Mat.  13:55; Mrk. 6:3), Yesus menjalani kehidupan seperti layaknya anak-anak Yahudi dan ia  bersama keluargaNya bekerja di Nazaret sebagai tukang kayu.  

Mengapa kisah kehidupan baru dicatat setelah usia 30 tahun? Karena memang demikian lazim kehidupan orang Yahudi, sedangkan usia 12 tahun juga disinggung kerana sebagai usia  Bar Mitzvah. Adanya spekulasi-spekulasi Yesus telah sampai di India untuk  belajar yoga bersama guru-guru dari Timur Jauh sebenarnya adalah hanya cerita dongeng dan  fiksi yang hanya menarik didengar, daripada dapat dibuktikan secara historis ataupun sebagai  fakta bersejarah.  


Referensi & Rujukan:
1. Kumpulan buku Apokrifa ini dapat dibaca pada H.R. James, The Apocryphal New Testament (Oxford: The Clarendon Press, 1955).
2. Lihat Dr. Clair Tisdall, Tanwir al-Faham (Villach, Austria: Light of Life, t.t.), hlm. 104.
3. "Injil" Thomas ini harus dibedakan dengan "Injil" Thomas Gnostik yang ditemukan di Nag Hamadi Mesir than 1948, yang tidak dalam bentuk narasi tetapi dalam bentuk  "logia Yesu" (aqwal al-llahiyah, "kata-kata Yesus"). Marvin W,.Meyer (ed.), The  Secret teachings of Jesus: Four Gnostic Gospels (New York: Vintage Books,  1986). Bentuk ini mengingatkan kita pada kesaksian Papias, murid langsung dari  salah seorang rasul, bahwa Rasul Matius menuliskan kata-kata Tuhan (wa hakadza  kataba Matta al-aqwal al-ilahiyat) dalam bahasa Ibrani atau Aram. Yusabius al-    Qaisariy, Tarikh al-Kanisah. Tarjamah: al-Qamash Marqus Dawud (Kairo: Maktabah  al-Mu-habah, 1979), Hlm. 185.
4. James H. Charlesworth (ed.), Jesus and the Dead Sea Scrolls. The Controversy Resolved (New York: Doubleday, 1992).
5. Charles Francis Potter, The Lost years of Jesus Revealed (New York: Mentor Book, 1959).
6. Duport Summer, Dead Sea Scrolls. A Prelimary Survey (New York, 1953), hlm. 100
7. Potter, Op. Cit. hlm. 10.
8. Robert Einseman, James The Brother of Jesus. The Key to Unlocking the Secrets of early Christianity and The Dead Sea Scrolls (New York: Penguin Books, 1997).
9. M. Hasyem, Tantangan dari Gua Qumran (Jakarta: YAPI, 1965).
10. Saleh A. Nahdi, Nafiri Maut dari Lembah Qumran (Jakarta: Arista, 1992).
11. Jean Danielou, The Dead Sea Scrolls and Primitive Christianity (New York: Mentor Omega Book, 1962), hlm. 72
12. Carsten Peter Thiede dan Matthew D'ancona, The Jesus Papyrus (London: A Phoenix, 1997), hlm. 163-164
13. William Whiston (ed.) The Works of Flavius Josephus (Philadelphia: J.B. Lippincott & Co, 1872).
14. Dean Farrar, The Life of Christ (Melbourne: Cassel and Company Limited, 1906), hlm. 39-40.
15. Ibid.
16. David H. Stern, Jewish New Testament Commentary (Maryland, USA: Jewish New Testament Publications, Inc. 1995), hlm.111
17. Ibid, hlm. 40. Lihat juga: Hayyim Halevy Donin, To Be A Jew. A Guide to Jewish Observance in Contemporary Life (Tel Aviv: Basic Book, 1991). http://www.buktidansaksi.com


 Sumber: http://www.buktidansaksi.com   




   

DIMANAKAH YESUS SAAT BERUSIA 12 – 30 TAHUN?

Pertama:

DIMANAKAH YESUS SAAT BERUSIA 12 – 30 TAHUN?


Periode 18 tahun yang tidak tercatat (The Silent Period)


Penulis: Ps Bobby M.Th


Kontroversi Yang Berkembang

Ada pandangan-pandangan yang beredar di masyarakat mengenai di manakah Yesus saat Ia berusia antara 12 tahun sampai 30 tahun, yaitu periode 18 tahun dalam hidup-Nya yang tidak tercatat di Alkitab. Banyak versi yang berusaha menjelaskan keberadaan Yesus pada masa tersebut.

Ada yang menyebutkan bahwa pada masa itu Yesus pergi ke India untuk belajar, sehingga Ia bisa melakukan berbagai mujizat. Ada juga seorang penulis buku yang bernama Andreas Faber Kaiser dengan judul buku “Jesus Died in Kashmir” ia mengatakan bahwa Yesus pergi ke Tibet untuk mempelajari pengertian mengenai ilahi dan mempelajari hukum-hukum budha. Ia juga menulis bahwa Yesus tidak mati dan naik ke Surga, melainkan pergi ke Kashmir untuk menyembuhkan luka-lukanya dan tinggal disana, kemudian menikah, punya anak dan meninggal pada usia lanjut.

Sebagian dari umat Kristiani mungkin merasa kesal dengan tulisan-tulisan tersebut. Namun, suka atau tidak, hal-hal yang demikianlah yang tersebar dan mempengaruhi pandangan masyarakat umum. Sebagai orang percaya, saya berusaha menggali dan menganalisa fakta-fakta di Alkitab dan sejarah budaya Yahudi untuk “meluruskan” persepsi yang keliru dan tidak historis tersebut dengan memberikan jawaban yang Alkitabiah dan sesuai fakta.

Pencatatan Usia Yesus
Eksistensi Yesus sebagai manusia pertama kali dicatat ketika malaikat Gabriel datang kepada Maria dan mengatakan bahwa ia akan mengandung dari Roh Kudus (Matius 1:18-20; Lukas 1:26-35). Sebelum berinkarnasi menjadi manusia, Ia adalah Firman Elohim yang maha kuasa, Elohim itu sendiri (Yohanes 1:1-14). Penampakan pertama atau kelahiran Yesus ke dalam dunia tercatat dengan jelas di Alkitab. Kitab Matius mencatat bahwa Ia dilahirkan di kota Betlehem yang berada di wilayah Yudea, suatu wilayah yang berada dibawah pemerintahan raja Herodes (Matius 2:1). Wilayah Yudea sebagai bagian dari tanah Palestina pada masa tersebut sedang berada dalam penjajahan kerajaan Romawi.

Penampakan kedua dari Yesus, adalah saat ia berusia delapan hari dan dibawa oleh Yusuf dan Maria untuk disunat menurut hukum Taurat. “Dan ketika genap delapan hari dan Ia harus disunatkan, Ia diberi nama Yesus, yaitu nama yang disebut oleh malaikat sebelum Ia dikandung ibu-Nya.” (Lukas 2:21). Dasar dari pelaksanaan sunat itu sendiri berasal dari perintah Tuhan kepada Abraham, bahwa: “Anak yang berumur delapan hari haruslah disunat, yakni setiap laki-laki di antara kamu, turun-temurun: baik yang lahir di rumahmu, maupun yang dibeli dengan uang dari salah seorang asing, tetapi tidak termasuk keturunanmu.”
(Kejadian 17:12).

Setelah genap waktu pentahiran, yaitu 40 hari setelah Maria melahirkan Yesus (Imamat 12:1- 4) maka menurut hukum Taurat Musa, Yusuf dan Maria membawa Yesus ke Bait Elohim di  Yerusalem untuk menyerahkan-Nya kepada  Elohim, seperti ada tertulis dalam hukum Tuhan:  “Semua anak laki-laki sulung harus dikuduskan bagi  Elohim” dan untuk mempersembahkan  korban menurut apa yang difirmankan dalam hukum Tuhan, yaitu sepasang burung tekukur  atau dua ekor anak burung merpati (Lukas 2:22-24). Penyerahan kepada Elohim ini disaksikan  oleh Simeon dan Hanna. Kemudian dalam tradisi Kristen, penyerahan seorang anak kepada   Elohim disebut sebagai “Penyerahan Anak”. Yesus berusia empat puluh hari saat  “diserahkan” kepada Elohim sesuai dengan hukum Taurat. Alkitab kemudian menulis, “Dan  setelah selesai semua yang harus dilakukan menurut hukum Tuhan, kembalilah mereka ke  kota kediamannya, yaitu kota Nazaret di Galilea. Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat,  penuh hikmat, dan kasih karunia Elohim ada pada-Nya”. (Lukas 2:39-40).  

Penampakan ketiga adalah ketika Yesus berusia 12 tahun. Injil Lukas 2:42 menulis, “Ketika  Yesus telah berumur dua belas tahun pergilah mereka ke Yerusalem seperti yang lazim pada  hari raya itu.” Dari uraian ayat-ayat di atas, kelihatan bahwa Yesus selama ini, yaitu sejak kelahiran hingga berusia 12 tahun selalu berada bersama orang tuanya di kota Nazareth yang  berada di wilayah Galilea.  

Penampakan keempat menurut catatan Injil Lukas adalah ketika Yesus berusia 30 tahun (Lukas 3:23). Pada usia inilah ia dibaptis oleh Yohanes pembaptis di sungai Yordan  dan memulai pelayanan-Nya yang penuh dengan kuasa dan mujizat. Ia melayani selama kira-kira tiga tahun dan kemudian disalibkan, mati dan bangkit serta naik ke Surga untuk  menyediakan tempat bagi orang-orang yang mempercayai-Nya (Yoh 3:16; Yoh 14:1-3).  


Dimanakah Yesus

Dari analisa fakta Alkitab dapat dilihat bahwa ada rentang waktu yang cukup  panjang yaitu antara usia 12 tahun – 30  tahun, dimana tidak ada penampakan atau  aktivitas Yesus yang tercatat. Rentang waktu  inilah yang kemudian dijadikan bahan  “kontroversi” oleh sejumlah penulis. Akan  tetapi apabila seseorang memahami dengan  baik mengenai budaya Yahudi, yaitu budaya  dimana Yesus lahir dan dibesarkan, maka
rentang waktu tersebut bukanlah sesuatu yang aneh dan kontroversi. Mengapa?  Menurut tradisi Yahudi, seseorang dianggap dewasa, matang, cukup umur untuk mengajar  adalah saat berusia 30 tahun. Inilah usia dimana seseorang mulai “diakui” sebagai guru  (rabbi) oleh lingkungan masyarakat Yahudi. Yesus yang lahir dan besar dalam budaya  tersebut mengetahui hal itu dengan pasti. Itulah mengapa, ia mulai muncul dan mengajar  ketika berusia 30 tahun. Kitab-kitab Injil yang ditulis dalam budaya Yahudi juga  mereflesikan hal yang sama. Para penulisnya tidak mengganggap perlu untuk menulis kisah  hidup Yesus sebelum usia 30 tahun maupun keseluruhan aktivitasnya selama tiga tahun  mengajar dan melakukan mujizat karena: “Masih banyak hal-hal lain lagi yang diperbuat  oleh Yesus, tetapi jikalau semuanya itu harus dituliskan satu per satu, maka agaknya dunia  ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu”. (Yohanes 21:25).  

Jadi para penulis Injil (Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes) hanya memilih untuk menulis kisah, ajaran maupun segala sesuatu yang berhubungan dengan tujuan utama kedatangan  Yesus ke dalam dunia, yaitu untuk menjadi Juru Selamat yang menebus dosa manusia.  Bahwa Yesus Kristus adalah Mesias yang dijanjikan  Elohim, Anak  Elohim, Raja yang Kekal,  Penasehat Ajaib dan hanya dalam nama-Nya saja ada keselamatan atas semua manusia (KPR  4:12).  

Berkaitan dengan alasan kemunculannya pada usia 30 tahun telah terjawab. Sekarang, dimanakah Yesus sesudah berusia 12 tahun? Menurut hukum Yahudi, usia seorang anak  digolongkan dalam 8 tahapan: yaitu tahap
pertama adalah Yeled (usia bayi),
kedua Yonek (usia menyusu),
ketiga Olel (lebih tua lagi dari menyusu),
keempat Gemul (usia  disapih),
kelima Taph (usia mulai berjalan),
keenam Ulem (anak-anak),
ketujuh Na’ar(mulai  tumbuh remaja) dan
kedelapan Bahar (usia remaja).  

Dari catatan tentang kehidupan Yesus dalam Injil, kita hanya membaca 3 klasifikasi usia saja yang ditulis, yaitu bayi (yeled), usia menyusu (Yonek), yaitu ketika Ia diserahkan di Bait   Elohim di hadapan Simeon dan Hanna, dan remaja (bahar) saat berusia 12 tahun ketika diajak  Yusuf dan Maria ke Yerusalem.  Mengapa Yesus diceritakan kehadiran-Nya di Bait Elohim pada usia 12 tahun? Karena usia dua  belas bagi tradisi Yahudi zaman Yesus begitu penting. Menurut legenda Yahudi, pada usia 12  tahun Nabi Musa meninggalkan rumah putri Firaun, Samuel menerima suara yang berisi visi  Ilahi, Salomo mulai menerima Hikmat Allah dan Raja Yosia menerima visi reformasi agung  di Yerusalem. Pada usia 12 tahun seorang anak laki-laki Yahudi harus melakukan upacara yang disebut Bar Mitzvah (anak Hukum Taurat). Sementara bagi anak perempuan upacaranya disebut Bat  Mitzvah. Upacara ini secara literal menunjukkan bahwa seorang anak remaja mulai bertanggung jawab secara penuh atas segala perbuatannya di hadapan Tuhan. Dalam rangkaian ritual Yahudi itu, Yesus harus melakukan ‘aliyah (naik) dan Bemah (menghadap  mimbar untuk menerima kuk hukum Taurat). Upacara ini dilakukan pada hari Sabat, karena  itu disebut juga thepilin Shabat. Sejak abad Pertengahan, usia Bar Mitzvah dilakukan pada  usia 13 tahun. Menurut literatur Yahudi abad pertengahan, Sepher Gilgulim, semua anak  Yahudi sejak usia 12 tahun, mulai menerima ruach (roh hikmat) dan pada usia 20 tahun  ditambahkan baginya nishama (reasonable soul, “jiwa akali”).  

Mulai usia 20 tahun seseorang harus memasuki sekolah khusus Yahudi (Beyt Midrash). Sedangkan tahapan-tahapan pendidikan Yahudi sebagai berikut: Mikra (membaca Taurat)  mulai usia 5 tahun, membaca Mishnamulai usia 10 tahun, mempelajari Talmud pada usia 13  tahun (zaman Yesus 12 tahun), studi Midrash (tafsir ayat-ayat kitab suci) pada usia 20 tahun,  dan sejak usia 30 tahun baru boleh mengajar di depan muka umum dan khalayak ramai.  

Bagaimana dengan Yesus? Sebagai seorang anak, ia menempuh semua proses pendidikan  Yahudi tersebut. Ia menempuh pendidikan seperti halnya anak-anak Yahudi lainnya. Diluar  waktu sekolah, ia membantu orang tuanya untuk membuat perkakas dari kayu. Alkitab  mencatat: “Setibanya di tempat asal-Nya, Yesus mengajar orang-orang di situ di rumah  ibadat mereka. Maka takjublah mereka dan berkata: “Dari mana diperoleh-Nya hikmat itu  dan kuasa untuk mengadakan mujizat-mujizat itu? Bukankah Ia ini anak tukang  kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon  dan Yudas? (Matius 13:54-55).  

Apalagi Alkitab juga mengisahkan bahwa tampaknya Yusuf meninggal lebih dahulu daripada Maria. Maka sesuai dengan tradisi Yahudi, sebagai anak sulung, secara sosial ekonomi Yesus  harus menjadi tulang punggung kehidupan keluarga untuk membantu ibu-Nya, Maria. Hari-hari kehidupan-Nya diisi dengan studi dan membantu ekonomi keluarga-Nya.  


Kesimpulan

Dari tahapan-tahapan pendidikan Yahudi pada zaman Yesus, latar belakang agama, budaya dan sosial ekonomi, jelas bahwa  kontroversi cerita-cerita mengenai 18 tahun kehidupan Yesus  yang tidak tercatat sama sekali tidak mempunyai landasan  yang kuat secara historis. Berdasarkan analisa yang sudah  dipaparkan, selama 18 tahun tersebut, atau saat berusia antara  12 tahun – 30 tahun, Yesus tinggal bersama keluarganya di  Nazareth. Ia menempuh pendidikan seperti layaknya anak-anak Yahudi dan juga membantu orang tuanya sebagai tukang  kayu (carpenter).  

Mengapa kisah kehidupan-Nya baru dicatat mendetail setelah usia 30 tahun? Karena dalam tradisi Israel (Yahudi), pada usia  inilah seseorang “dianggap” matang untuk mengajar dan  berkotbah. Dan, pada usia inilahtujuan utama kedatangan  Yesus ke dalam dunia menjadi kelihatan nyata melalui pengajaran dan mujizat yang  dilakukan-Nya, yaitu untukmenyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin, memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang, dan menggenapinya dengan kematian-Nya di kayu salib yang menebus  dosa dunia (Lukas 4:18-19; Yohanes 3:16; Yohanes 14:16).  Dengan demikian spekulasi mengenai keberadaan Yesus di Tibet, India, baik untuk belajar  Budha, Yoga, dsb adalah cerita fiktif yang tidak dapat dibuktikan secara historis.  



Referensi:
Alkitab
David H. Stern, Jewish New Testament Commentary (Maryland, USA: Jewish New Testament Publications, Inc. 1995)
Hayyim Halevy Donin, To Be A Jew. A Guide to Jewish Observance in Contemporary Life (Tel Aviv: Basic Book, 1991).
http://en.wikipedia.org/wiki/Jews
http://id.wikipedia.org/wiki/Yesus
http://en.wikipedia.org/wiki/Bar_mitzvah
http://mangkecompany.net78.net
http://www.gsn-soeki.com



Sumber: http://psbobby.wordpress.com/2010/05/14/dimanakah-yesus-saat-berusia-12-30-tahun/  
http://www.buktidansaksi.com


Es Batu Restoran Ternyata Lebih Jorok dari Air di Toilet

Es Batu Restoran Ternyata Lebih Jorok dari Air di Toilet



DREAMERSRADIO.COM -
Jika sebelumnya beredar kabar kalau Starbucks menggunakan air dari Toilet untuk membuat kopi, tapi ternyata ada yang lebih parah dari hal tersebut. Pasalnya air toilet dibeberapa restoran justru lebih bersih dibandingkan dengan es batu yang mereka sajikan dalam minuman.
Dilansir dari The Mail on Sunday, melakukan investigasi terhadap es batu dan air toilet dari 10 restoran di Basingstoke, Hampshire, Inggris. Beberapa diantaranya memiliki nama besar seperti Burger King, McDonald's, KFC, Starbucks, dan Pizza Hut. Sisanya adalah Nando's, Cafe Rouge, Pizza Express, Gourmet Burger Kitchen, dan Wagamama.
Sementara itu, staf restoran yang diminta memberikan sampe es batu yang dimasukan ke dalam kantung steril. Sampel air dari toilet restoran juga dikumpulkan. Kemudian sampel-sampel tersebut dibawa dalam mesin pendingin ke Microtech Service Wessex di Bournemouth, Inggris untuk diteliti.
Sampel ini diuji kandungan patogen dan total bakterinya pada 22C dan 37C. Jumlah bakteri yang lebih banyak pada 22C menunjukkan masalah kebersihan akibat organisme di lingkungan. Contohnya adalah kebersihan mesin es yang kurang terjaga. Jumlah organisme maksimal 1.000 per ml.
Sementara itu, jumlah bakteri yang lebih tinggi pada 37C sering dikaitkan dengan kontaminasi oleh kontak manusia atau hewan, misalnya daging di dapur. Direkomendasikan tak lebih dari 100 organisme per ml cairan.
Es batu yang disajikan dienam dari 10 restoran tersebut mengandung lebih banyak bakteri di banding air toilet. Kandungan bakteri melebihi batas pada 22C terdapat pada es batu di Nando’s (2.100), McDonald's (1.400), dan KFC (1.100).
Sedangkan pada 37C, hanya Burger King yang melewati batas, yakni 260 organisme. Keempat es batu di restoran inipun tergolong memiliki kebersihan yang buruk, terutama Nando's dan Burger King yang melebihi dua kali lipat batas yang diperbolehkan.
Es batu di Starbucks dan Cafe Rouge memang memiliki lebih banyak bakteri daripada air WC-nya, namun masih dalam taraf yang diperbolehkan laboratorium. Sementara itu, jumlah organisme dalam es batu Pizza Express, Pizza Hut, Gourmet Burger Kitchen, dan Wagamama tergolong sedikit dan lebih rendah daripada bakteri di toiletnya.
Sementara itu, menurut ahli buruknya kebersihan pada es batu Nando's, McDonald's, dan KFC bisa jadi karena mesin es dan sekopnya lebih jarang dibersihkan dibanding toiletnya. Sementara itu, kasus Burger King mungkin disebabkan oleh staf restoran yang lupa mencuci tangan sebelum menangani es.
“Mudah saja melupakan bahwa es bisa membawa bakteri karena dianggap terlalu dingin bagi kuman, namun nyatanya tidak begitu. E.Coli dapat bersembunyi di mesin es,” ungkap Dr. Melody Greenwood, mantan direktur laboratorium Health Protection Agency.




sumber: http://id.she.yahoo.com/es-batu-restoran-ternyata-lebih-jorok-dari-air-030000444.html

Sabtu, 12 Januari 2013

BERSENTUHAN DENGAN ALAM CIPTAAN TUHAN (TELAGA SUNYI, BATURRADEN)



BERSENTUHAN DENGAN ALAM CIPTAAN TUHAN (TELAGA SUNYI, BATURRADEN)


Minggu, 16 Desember 2012

Seseorang pernah bertanya pada saya, “untuk apa Tuhan menciptakan alam semesta khususnya kehidupan di bumi yang dihuni manusia, berbagai hewan serta tumbuhan?” Saya mengutip Kitab Mazmur 19:2-7, “Langit menceritakan kemuliaan Tuhan, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya; hari meneruskan berita itu kepada hari, dan malam menyampaikan pengetahuan itu kepada malam. Tidak ada berita dan tidak ada kata, suara mereka tidak terdengar; tetapi gema mereka terpencar ke seluruh dunia, dan perkataan mereka sampai ke ujung bumi. Ia memasang kemah di langit untuk matahari, yang keluar bagaikan pengantin laki-laki yang keluar dari kamarnya, girang bagaikan pahlawan yang hendak melakukan perjalanannya. Dari ujung langit ia terbit, dan ia beredar sampai ke ujung yang lain; tidak ada yang terlindung dari panas sinarnya”.

Kutipan ayat di atas mengatakan bahwa “hashamayim mesaprim kevod El, umaasyeh yadaiw maggid haraqiya” (Langit menceritakan kemuliaan Tuhan, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya). Tujuan penciptaan alam semesta dan kehidupan yang indah di bumi adalah untuk memperlihatkan kebesaran dan kekuasaan Tuhan. Jika kita perhatikan, seluruh sistem dan gerak dalam alam semesta khususnya kehidupan di bumi mencerminkan keteraturan, harmoni, sistematis, hukum yang mengatur keseimbangan. Mari kita perhatikan beberapa keteraturan dan keseimbangan berikut ini:

Tingkat eksentrisitas bumi (kemiringan rotasi bumi) berada dalam angka 2%. Jika kemiringan bumi saat berotasi mendekati angka 0% maka berbentuk lonjong dan jika mendekati angka 1% maka akan berbentuk datar. Dengan kisaran angka kemiringan 2% maka rotai bumi seperti lingkaran. Jika mendekati kemiringan 1% maka lautan kita akan menguap karena terlalu dekat dengan matahari dan membeku jika menjauh dari matahari (Noel Hornor, Planet Earth; Lucky Accident or Master Handiwork?, Good News Magazine, March-April 2012, p. 5)

Kadar oksigen dalam atmosfir bumi berjumlah 21%. Dengan jumlah sedemikian, kehidupan bumi dapat terjamin. Apa yang terjadi jika kadar oksigen 25%? Akan ada ledakan besar secara tiba-tiba. Apa yang akan terjadi jika kadar oksigen 15%? Manusia akan mengalami mati lemas (Ibid.,)

Bumi kita senantiasa dibombardir cahaya radiasi matahari. Tingkat transparansi atmosfir bumi sebagai penyaring radiasi matahari sangat berpengaruh terhadap kehidupan di bumi. Jika atmosfir bumi terlalu terang akan menimbulkan efek bagi manusia berupa kanker kulit. Namun jika atmosfitr bumi kurang terang maka akan menimbulkan ketiadaan kemampuan foto sintesis pada tanaman hijau yang mengubah air, mineral serta karbon dioksida menjadi oksigen (Ibid., p. 6).

Ada empat kekuatan dalam alam semesta dimana keempatnya saling mempengaruhi satu sama lain yaitu Gravitasi, Elektromagnetisme, Gaya Nuklir yang kuat dan Gaya Nuklir yang lemah. Gravitasi adalah fenomena dimana tubuh fisik ditarik dengan kekuatan yang setara dengan massa mereka. Kita biasa melihat keadaan seperti itu saat benda jatuh ke tanah. Gravitasi juga menjaga bumi dan planet-planet lain dalam orbitnya mengelilingi matahari dan untuk menjaga bulan dalam orbitnya mengelilingi bumi. Tanpa gaya ini bumi tidak akan pernah datang untuk mengorbit matahari dan tubuh mengembara tanpa tujuan berkelok-kelok melalui ruang.

Sementara salah satu manifestasi dari Elektromagnetisme dapat digambarkan ketika kita menggunakan magnet untuk menarik benda logam. Ia juga bekerja pada tingkat sub-atomik yang menjaga elektron dan proton bersama-sama di dalam atom. Gaya nuklir yang kuat bekerja untuk mengikat proton dan neutron bersama untuk membentuk inti atom. Gaya nuklir yang lemah bertanggung jawab atas peluruhan radioaktif dari partikel subatom. Ini memulai fusi hidrogen dalam bintang dan menghasilkan pelepasan energi. Dengan proses fusi, matahari memancarkan cahaya dan panas untuk mempertahankan kehidupan di planet kita.
Kalibrasi yang tepat dari empat kekuatan dalam hubungannya dengan satu sama lain sangat penting untuk mendukung kelangsungan alam semesta dan bumi. Seberapa penting dan seberapa tepat adalah kekuatan-kekuatan?

Contoh, Jika gaya gravitasi diubah menjadi 0,00000000000000000000000000000000000001 persen, matahari kita tidak akan ada, dan, karena itu, kita pun tidak akan ada pula. Selain pentingnya semesta-mencakup efek gravitasi, ada juga ada keseimbangan penting dari interaksi gravitasi lokal antara bumi dan bulan. Jika terjadi interaksi yang lebih besar daripada yang saat ini terjadi, maka akan muncul efek merusak pada pasang surut laut, atmosfer serta periode rotasi. Jika terjadi interaksi yang kurang, maka perubahan orbital akan menyebabkan ketidakstabilan iklim (Ibid., p. 6-7).

Dari fakta-fakta dan data-data di atas kita melihat bahwa alam semesta dan kehidupan di bumi bergerak dalam sinergi yang harmoni. Ada hukum yang mengatur semua keseimbangan tersebut. Dan jika keseimbangan itu dirusak maka akan terjadi dampak yang merusak kehidupan alam semesta termasuk bumi. Mazmur 119:91 mengatakan, “lemishpateka admu, ki hakol avadeka” (menurut hukum-hukum-Mu semuanya itu ada sekarang, sebab segala sesuatu melayani Engkau). Demikian pula dikatakan dalam Mazmur 33:9, “ki hu amar wayehi hu, tsiwah waya’amod” (sebab Dia berfirman, maka semuanya jadi; Dia memberi perintah, maka semuanya ada)

Seorang pakar Fisika ternama namun sekaligus Ateis bernama Steven Hawking dalam bukunya, “The Grand Design” mengatakan, “permulaan alam semesta telah diatur berdasarkan hukum-hukum sains dan tidak memerlukan satuan gerak yang digerakkan oleh seorang tuhan” (2010:135). Persoalannya, bagaimana mungkin alam semesta dan bumi yang begitu teratur dan memenuhi hukum konstanta dalam dinamika alam dan kehidupan dihasilkan dari sebuah kebetulan belaka dan tanpa rancangan agung? Bagaimana sebuah kebetulan dan tanpa rencana menghasilkan keteraturan dan hukum yang teratur?

Dengan melihat keteraturan, sinergi dan konstanta dalam gerak kehidupan di alam semesta dan bumi khususnya kita sampai pada pribadi agung yang menciptakan segala keteraturan dan hamonitas tersebut. Maka benarlah pernyataan, “hashamayim mesaprim kevod El, umaasyeh yadaiw maggid haraqiya” (Langit menceritakan kemuliaan Tuhan, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya). Oleh karena itulah kita harus lebih banyak lagi bersentuhan dengan alam ciptaan Tuhan dan merenungkan, bermeditasi, berkontemplasi terhadap alam ciptaan Tuhan agar kita bisa menghayati bukan hanya keberadaan Tuhan melainkan keagungan dan kemulyaan Tuhan dalam ciptaannya. Alam semesta dan kehidupan di bumi baik tumbuhan, hewan, manusia serta lingkungan alam yang indah dan kondusif memantulkan siapa pembuatnya sebagaimana dikatakan dalam Mazmur 102:26, “lepanim haartes yasadtta, umaasheh yadeka shamayim” (dahulu sudah Kauletakkan dasar bumi, dan langit adalah buatan tangan-Mu).

Pergilah ke pantai dan renungkan keindahan dan kedahsyatan gempuran air laut memecah karang dan riak gelombang pantai menyentuh jemari kaki Anda. Hayatilah apa yang dikatakan dalam Mazmur 104:6-9 sbb, “Dengan samudera raya Engkau telah menyelubunginya; air telah naik melampaui gunung-gunung. Terhadap hardik-Mu air itu melarikan diri, lari kebingungan terhadap suara guntur-Mu, naik gunung, turun lembah ke tempat yang Kautetapkan bagi mereka. Batas Kautentukan, takkan mereka lewati, takkan kembali mereka menyelubungi bumi”. Selanjutnya dalam Mazmur 104:25-27 dikatakan, “ Lihatlah laut itu, besar dan luas wilayahnya, di situ bergerak, tidak terbilang banyaknya, binatang-binatang yang kecil dan besar. Di situ kapal-kapal berlayar dan Lewiatan yang telah Kaubentuk untuk bermain dengannya. Semuanya menantikan Engkau, supaya diberikan makanan pada waktunya”

Pergilah ke gunung dan lembah dimana terdapat telaga yang jernih mengalirkan limpahan air dari hulu menuju hilir. Pandangilah dan berdiamlah sejenak di tengah kesunyian dan gemericiknya air telaga. Hayatilah apa yang dikatakan dalam Mazmur 104:10-14 sbb, “Engkau yang melepas mata-mata air ke dalam lembah-lembah, mengalir di antara gunung-gunung, memberi minum segala binatang di padang, memuaskan haus keledai-keledai hutan; di dekatnya diam burung-burung di udara, bersiul dari antara daun-daunan. Engkau yang memberi minum gunung-gunung dari kamar-kamar loteng-Mu, bumi kenyang dari buah pekerjaan-Mu. Engkau yang menumbuhkan rumput bagi hewan dan tumbuh-tumbuhan untuk diusahakan manusia, yang mengeluarkan makanan dari dalam tanah”

Bangunlah dipagi yang cerah dan berdirilah menyambut matahari terbit di kaki gunung atau menjauhlah sejenak dari keramaian modernitas dan menepilah dalam kegelapan malam di sebuah bukit dimana bulan dan bintang terlihat berkedipan. Hayatilah apa yang dikatakan dalam Mazmur 104:19-24 sbb, “Engkau yang telah membuat bulan menjadi penentu waktu, matahari yang tahu akan saat terbenamnya. Apabila Engkau mendatangkan gelap, maka hari pun malamlah; ketika itulah bergerak segala binatang hutan. Singa-singa muda mengaum-aum akan mangsa, dan menuntut makanannya dari Tuhan. Apabila matahari terbit, berkumpullah semuanya dan berbaring di tempat perteduhannya; manusia pun keluarlah ke pekerjaannya, dan ke usahanya sampai petang. Betapa banyak perbuatan-Mu, ya YHWH, sekaliannya Kaujadikan dengan kebijaksanaan, bumi penuh dengan ciptaan-Mu”.

Tengadahkanlah wajah kita ke langit dan pandanglah awan bergumpal-gumpal yang berlarian dan berkejaran serta rasakan hembusan angin menyentuh kulit tubuh kita. Hayatilah apa yang dikatakan Mazmur 104:1-5 sbb, “Pujilah YHWH, hai jiwaku! YHWH Tuhanku, Engkau sangat besar! Engkau yang berpakaian keagungan dan semarak, yang berselimutkan terang seperti kain, yang membentangkan langit seperti tenda, yang mendirikan kamar-kamar loteng-Mu di air, yang menjadikan awan-awan sebagai kendaraan-Mu, yang bergerak di atas sayap angin, yang membuat angin sebagai suruhan-suruhan-Mu, dan api yang menyala sebagai pelayan-pelayan-Mu, yang telah mendasarkan bumi di atas tumpuannya, sehingga takkan goyang untuk seterusnya dan selamanya”.


Manusia meninggalkan jejak berupa peradaban dan modernitas serta teknologi sebagai wujud ciptaan yang segambar dan serupa dengan Tuhan (Teguh Hindarto, Tuhan-Alam Semesta-Manusia Menurut Kitab Kejadian - http://teguhhindarto.blogspot.com/2011/06/tuhan-alam-semesta-manusia-menurut.html [seri 1] http://teguhhindarto.blogspot.com/2011/06/tuhan-alam-semesta-manusia-menurut_20.html [seri 2]), demikian pula Tuhan meninggalkan jejak berupa keteraturan semesta dan keindahan alam di sekeliling kita. Jika kita berada ditengah kota besar yang hiruk pikuk dengan aktifitas dan bersentuhan dengan gedung pencakar langit dan benda-benda karya teknologi manusia (komputer, lap top, hand phone, ipad, dll), maka kita sedang bersentuhan dengan karya manusia. Jika kita sejenak menjauh dari keramaian dan mencari kesunyian nan indah bersama alam, maka kita bukan hanya bersentuhan dengan alam namun secara tidak langsung kita telah bersentuhan dengan pembuat keindahan alam yaitu Tuhan YHWH (Yahweh).

Ketika kita berada dalam keluasan alam yang mengelilingi kita dengan kesejukkan dedaunan, basah air telaga, rimbun pepohonan serta tetesan embun yang berkejaran diantara pohon-pohon besar yang menahun, dan mengambil jarak dalam hening maka kita akan sampai pada pujian dan pengakuan sebagaimana dikatakan Mazmur 104:31, “Yehi kevod YHWH le’olam, yishmakh YHWH bema’ashaiw” (biarlah kemuliaan YHWH tetap untuk selama-lamanya, biarlah YHWH bersukacita karena perbuatan-perbuatan-Nya!) dan Mazmur 104:33, “Asyirah la YHWH bekhayay, azamerah le Elohay be’odi” (Aku hendak menyanyi bagi YHWH selama aku hidup, aku hendak bermazmur bagi Tuhanku selagi aku ada).


Oleh: Teguh Hindarto

Re-posted with permission from: http://bet-midrash.blogspot.com/2012/12/bersentuhan-dengan-alam-ciptaan-tuhan.html?showComment=1357969106336#c851220855203021952





Finally I want to say:
"YHWH ELOHEINU WE AVOTENU YEVAREK ETKEM
BE SHEM YAHSHUA MOSHIENU.
AMN.”







Minggu, 30 September 2012

Redefinisi Nama 3: TUHAN YANG MENYATAKAN KEBERADAAN DIRI-NYA

Redefinisi Nama 3: TUHAN YANG MENYATAKAN KEBERADAAN DIRI-NYA  


Seri Redefinisi dan Rekonsepsi Nama Allah dan Urgensi Penggunaan Nama Yahweh Dalam Komunitas Kristiani


PROBLEMATIKA NAMA TUHAN

Ada beberapa kelompok pemikir yang menolak anggapan bahwa Yang Maha Kuasa atau Tuhan itu memiliki sebuah nama. Diantaranya adalah Komarudin Hidayat dalam bukunya, Agama Masa Depan. Beliau menjelaskan : “Persoalan pertama yang harus diselesaikan adalah, apakah hubungan antara nama [ism, name] dan yang dinamakan [al musama, the name]? Apakah nama identik dengan yang diberi nama? Apakah ia sekedar tanda petunjuk? Seberapa jauh sebuah nama bisa menunjuk dan menjelaskan sesuatu yang ditunjuk? Karena Tuhan itu Maha Absolut dan Maha Gaib, seberapa jauh bahasa manusia mampu menangkap dan memahami Tuhan?…disana tetap terdapat suatu jarak antara proposisi kognitif yang dibangun oleh nalar manusia disatu sisi san hakikat Tuhan yang tidak terjangkau pada sisi lain?” [f1] Pendapat diatas didasarkan pada pemikiran seorang Sufi bernama Ibn Al Arabi. Beliau menjelaskan bahwa Tuhan tidaklah memiliki sebuah nama. Jika Tuhan memiliki sebuah nama, berarti Tuhan dibatasi oleh nama tersebut. Jika Tuhan dibatasi, berarti bukan Tuhan[f2].

YANG MAHA KUASA MENYATAKAN SIAPA DIRINYA

Kitab Suci TaNaKh dan Besorah memberikan sebuah eksposisi yang tegas dan kongkrit, mengenai bagaimana Tuhan memperkenalkan hakikat diriNya dan keberadaanNya serta namaNya. Realitas ini dengan jelas diungkapkan dalam Keluaran 3:13-15. Ketika Musa hendak diutus Yang Maha Kuasa, dia memberanikan diri bertanya mengenai nama pribadi Yang Maha Kuasa yang telah mengutusnya. Musa bertanya kepadaNya, “Mah shemo?” Dalam tata bahasa Ibrani, untuk menanyakaan sesuatu atau seseorang, biasanya digunakan bentuk tanya “mi?. Namun penggunaan kata “ma” , bukan hanya bermaksud menanyakan nama secara literal namun hakikat atau pribadi dibalik nama itu[f3]. Pertanyaan Musa adalah pertanyaan yang bersifat Ontologis Eksistensial yang juga mewakili pertanyaan kita tentang namaNya.

Jawab atas pertanyaan diatas, rupanya telah berusaha dijawab oleh manusia yang relatif dan telah kehilangan kemuliaan Yang Maha Kuasa, sepanjang abad. Uraian-uraian filosofis yang sempat dikutip dan dipaparkan oleh Komarudin Hidayat, merupakan salah satu upaya yang dilakukan manusia untuk memahami keberadaan Sang Pencipta. Kesimpulan mereka, bahwa realitas Ketuhanan dialami oleh hampir seluruh sistem religi. Oleh karenanya, klaim pengalaman akan Keilahian dalam suatu sistem keyakinan, tidak dapat dibenarkan. Tuhan itu universal dan ada dalam setiap agama-agama. Nama Tuhan dalam agama-agama bukanlah namaNya yang sebenarnya namun simbol ghaib yang dinamakan. Pernyataan diatas, akan dihadap mukakan dengan pernyataan Kitab Suci. Keluaran 3:14 merekam jawaban Yang Maha Kuasa kepada Musa.

Dalam teks Ibrani dijelaskan, “Ehyeh Asyer Ehyeh”. Lembaga Alkitab Indonesia menerjemahkan dengan “Aku adalah Aku”. Terjemahan ini kurang memadai maksud yang dikandung dalam bahasa aslinya.

DR. Harun Hadiwyono dalam bukunya Iman Kristen, menyatakan bahwa kata “Ehyeh” bermakna “Aku Berada” . Akar kata “Ehyeh” berasal dari “Hayah” yang menurut para ahli merupakan rangkuman dari kata “berada” atau “menjadi” dan “bekerja” [f4] G. Johanes Boterweck dan Helmer Ringren dalam Theological Dictionary of The Old Testament menjelaskan, bahwa kata “Hayah” digunakan dalam Perjanjian Lama dan diterjemahkan dengan opsi sbb: {1} “Exist, be Present” {2}”Come into Being” {3} Auxilaries Verb[f5]

DR. Harun Hadiwyono selanjutnya menegaskan implikasi sebutan “Ehyeh” oleh Yang Maha Kuasa, yaitu bahwasanya Tuhan bagi Musa dan Israel bukanlah Tuhan yang tidak bergerak, bukan Tuhan yang mati melainkan Tuhan yang hidup dan penuh dinamika[f6] Ungkapan dalam Keluaran 3:14 merupakan suatu penyingkapan tabir kepada manusia, dalam hal ini kepada Musa, mengenai hakikat Yang Maha Kuasa dan keberadaanNya yang dituangkan dalam ungkapan kata kerja “Ehyeh” . Banyak yang memahami ayat ini sebagai penolakan Tuhan untuk menjawab pertanyaan Musa, sehingga Dia memberikan teka-teki dengan ucapan “Ehyeh” . Demikianlah Stefan Leks dalam bukunya, Menuju Tanah Terjanji, menjelaskan:
“Maka jelaslah ungkapan Alkitabiah ini menegaskan akan adanya Tuhan, tetapi sebenarnya tidak memberi jawaban siapakah nama Tuhan itu” [f7]
Pengungkapan nama Tuhan, terekam dalam Keluaran 3:15 yang dalam teks Hebraik berbunyi: “Yahweh Elohei Avotekem, Elohei Abvraham, we Elohei Yitshaq we Elohei Yaakov, shelakhmi aleikem. Ze shemi le olam we ze zikri le dor dor”. Frasa “Ze shemi le olam we ze zikri le dor dor” , meredam semua perbantahan manusia tentang namaNya. Musa tidak berspekulasi tentang namaNya. Juga tidak menamai gejala ajaib yang ada dihadapanNya, namun Dia mendengar Yang Maha Kuasa menyatakan namaNya.

Nama Yang Maha Kuasa adalah YHWH. Ada banyak penafsiran tentang Nama YHWH. Ada yang berpendapat bahwa Tetragrammaton [empat huruf] tersebut diucapkan Jehovah. Adapula yang berpendapat Yahuweh dan Yahveh. Namun indikasi kuat pengucapan YHWH adalah Yahweh, sebagaimana disitir dalam Ensiklopedia Judaica Vol III pada ulasan sebelumnya. Fakta ini diperkuat dengan ungkapan pujian “HaleluYah” yang merupakan bentuk singkat dari “Hallel” [pujilah] dan “Yah” [Yahweh]. Demikian pula nama-nama para nabi di Israel mengandung unsur-unsur nama Yahweh al., ObadYah, NehemYah, ZekharYah, MikhaYah, dll. Implikasi teologis Keluaran 3:15 adalah Yang Maha Kuasa memiliki suatu nama. Nama mencerminkan otoritas dan pribadi yang tersembunyi. Pengungkapan ini menepis spekulasi mengenai nama Tuhan yang dianggap beragam.

NAMA YAHWEH DALAM KITAB PERJANJIAN BARU

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa Kitab Suci TaNaKh dan Besorah ditulis dalam bahasa Ibrani. Mengapa demikian? Karena sejarah ketuhanan beserta pewahyuannya terjadi dalam konteks peradaban Ibrani, melalui bangsa Ibrani, melalui para nabi yang berbahasa Ibrani [Kel 3:18; Yes 2:3; Yoh 4:22; Mzm 147:19-20]. Bahkan Kitab Perjanjian Baru yang selama ini diklaim dituliskan dalam bahasa aslinya yaitu Yunani, mulai mengalami peninjauan ulang. Fakta dilapangan membuktikan bahwa Perjanjian baru dituliskan dalam Bahasa Yunani. Hal ini ditunjukkan dalam jumlah codek, manuskrip dan papirus serta perkamen yang merekam salinan Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani. Namun beberapa ahli Perjanjian Baru mulai banyak yang meragukan pernyataan bahwa Bahasa Yunani sebagai bahasa asli Perjanjian Baru.

David Bivin dan Roy Blizard, dalam bukunya Understanding The Dificult Word of Jesus menjelaskan sbb:
“Many scholar in Israel now convinced the spoken and writen language of the Jews in the land of Israel at the time of Jesus was indeed Hebrew; and that sinoptic Gospels were derived from original Hebrew sources” [f8]
Pernyataan diatas, didukung oleh Jehoshua M. Grintz[f9] dan juga Prof David Flusser[f10] serta Mathew Black[f11]. Pernyataan mereka merujuk pada kesaksian tertulis para penerus tradisi rasuli seperti Ireneus, Origen, Eusebeius, Ephipanius serta Jerome[f12]. Baru-baru ini dipublikasikan terjemahan karya DR. James Trimm selama 10 tahun. Judul karya Trimm bernama, The Hebraic Root New Testament Version. Menurut Trimm, naskah terjemahannya, didasarkan pada manukrip Perjanjian Baru berbahasa Ibrani dan Aram yang usianya lebih tua dari naskah Tunani. Rujukan Trimm didasarkan pada naskah versi Shem Tob, versi Munster, versi Du Tillet serta Crawford ditambah Old Syriac serta Peshita Aramaic[f13]

Dalam naskah Ibrani-Aram Perjanjian Baru, digunakan terminologi Eloah untuk Yahweh, Adon untuk Yeshua. Bahkan nama Yahweh dicantumkan dalam beberapa nats Perjanjian Baru. Contoh:
“And was there until the death of Herod: to fulfil what was spoken from YHWH by the prophet, who said…” [MatitYah 2:15]

“How he entered the house of Eloah and ate the bread of the table of YHWH, which was not authorized to eat except for the cohenim and gave also to those who were with him?” [Markos 2:26]

“And when Yosef and Miriam had completed everything as [was] in the Torah of YHWH, they returned to Galil, to their city, Natzaret” [Luka 2:39]

“In the beginning was the Word and the Word was with Eloah and Eloah was the Word” [Yokhanan 1:1]

“That the Eloah of our Adon Yeshua the Messiah, the Father of glory, may give you the spirit of wisdom and the revelation in his knowledge” [Ephesian 1:17]
Fakta ini menyanggah bahwa dalam naskah Perjanjian Baru tidak ditemui nama Yahweh, melainkan telah diganti dengan Kurios. Penggantian nama Yahweh dengan Kurios, bukanlah kehendak Roh Kudus[f14], melainkan mengacu pada tradisi penerjemahan TaNaKh dalam bahasa Ibrani ke bahasa Yunani yang disebut Teks Septuaginta[f15]. Teks Septuaginta telah mengganti nama Yahweh menjadi “Kurios” yang artinya “Majikan” atau “Tuan” atau “Penguasa” .

NAMA YAHWEH DALAM INSKRIPSI KUNO

Bukti-bukti tidak hanya datang dari rekaman Kitab Perjanjian Baru dalam bahasa Ibrani maupun Aram. Inskripsi [tulisan kuno pada batu] yang ditemukan di Timur Tengah memberikan sejumlah data dan fakta yang meneguhkan eksistensi dan penggunaan nama Yahweh dalam kehidupan zaman lampau.

Tahun 1961, pada dinding sebuah gua kuno, tidak jauh dari Yerusalem Barat Daya, ditemukan prasasti Ibrani dari Abad VIII sm. Prasasti ini memuat pernyataan, “Yahweh adalah Elohim dari seluruh bumi” [f16]
Tahun 1966, di Israel Selatan, yaitu Arad, ditemukan keramik dengan tulisan kuno Ibrani. Umur tulisan paruh kedua Abad VII sebMs. Salah satu tulisan itu adalah surat pribadi kepada seorang bernama Eliashib. Tulisan tersebut berbunyi: “Kepada Tuanku, Eliashib, kiranya Yahweh menuntut perdamaian dari anda” . Kalimat tersebut diakhiri dengan, “ia berdiam dalam rumah Yahweh” [f17]
Tahun 1935-1938, ditemukan surat-surat dalam kepingan keramik di Lachis. Surat itu nampaknya ditulis oleh seorang pejabat pos depan Yudea kepada atasannya selama perang antara Israel dan Babel, akhir Abad VII sm. Dari delapan kepingan, tujuh diantaranya memulai beritanya dengan salam: “Biarlah Yahweh membuat Tuanku melihat musim ini dalam keadaan darurat” [f18]
Batu Moab yang tersimpan di Musium Louvre Prancis menuliskan nama Yahweh. Pada batu tersebut merekam ucapan Raja Nebo saat menghancurkan Bait Suci, “Aku merebut disana altar Yahweh dan menyeretnya dihadapan Kamos” [f19]
Pdt. Charles Forster melaporkan temuan prasasti Sinai yang melaporkan terbelahnyaa Laut Teberau dan berjalannya orang Israel didalamnya. Pada prasasti tersebut dikatakan bahwa “Yahweh adalah pelindung dan pendamping mereka” [f20]

NAMA YAHWEH DALAM TERJEMAHAN MODERN

Akhir-akhir ini telah diterbitkan Kitab Suci terjemahan berbahasa Inggris yang mencantumkan nama Yahweh dan Yahshua [Yeshua] dalam teks terjemahannya. Adapun Kitab-kitab tersebut al., THE SCRIPTURES, The Institute for Scripture Research, Northriding Republic of South Afrika, 2000. THE WORD OF YAHWEH, Assembly of Yahweh, 2000 THE HEBRAIC NEW TESTAMENT VERSION, Society for Advancement of Nazarene Judaism, 2001. THE RESTORATION SCRIPTURES, YATI Publishing Margate FL, North Miami Beach, Florida, 2004.

Di Indonesia ada usaha untuk mengembalikan nama Yahweh dan Yahshua [Yeshua] antara lain dengan menerbitkan KITAB SUCI TORAT DAN INJIL, Beth Yeshua ha mashiah, 2000. Ada lagi KITAB SUCI UMAT PERJANJIAN, jaringan Gereja-gereja Pengagung nama Yahweh, 2002. Karena berbagai kendala teknis, maka kehadiran Kitab ini di Indonesia, khususnya dibeberapa wilayah, masih menimbulkan kontroversi.

KESIMPULAN

Fakta historis dan etimologis, telah membuktikan bahwa nama Allah bersumber dari dunia Arab pra Islam. Upaya menghubungkan akar kata Allah, dengan istilah El, Eloah dan Elohim dalam tradisi semitik, masih menimbulkan pro dan kontra yang belum final. Penggunaan nama Allah dalam tradisi Kristen Arabia tidak orisinil, melainkan adopsi bahasa. Demikian pula penggunaannya dalam tradisi Kristen di Indonesia.

Eksposisi exegetis sejumlah nats dalam TaNaKh dan Perjanjian Baru, mengarah pada pernyataan konklusif bahwa Sang Pencipta, Yang Maha Kuasa, Bapa Surgawi yang telah mengutus PutraNya Yang Tunggal adalah Yahweh. Realitas ini perlu ditanggapi oleh gereja atau komunitas Kristiani dengan melakukan usaha redefinisi dan rekonsepsi terhadap nama Allah dan mulai memberi perhatian akan urgensi serta relevansi penggunaan nama Yahweh dalam teks terjemahan Kitab Suci dan devosi komunal [ibadah, pujian, doa].

Upaya redefinisi adalah upaya yang selaras dengan pernyataan Yahshua [Yesus] sebagaimana disabdakan, “barangsiapa tinggal dalam FirmanKu, Dia akan mengetahui Kebenaran dan kebenaran itu akan memerdekakan diriNya” [Yoh 8:32]. Demikianlah rasul Paul menjelaskan, “Aku berdoa, supaya kamu bersama-sama dengan segala orang kudus dapat memahami betapa lebarnya dn panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Mesias [Kristus] dan dapat mengenal kasih itu, sekalipun ia melapaui segala pengetahuan” [Ef 3:18-19]. Sampai dimanakah pengenalan dan pengetahuan serta pemahaman akan Kebenaran dan kasih Mesias? Tidak ada batasnya. Disinilah landasan epistemologis perlunya upaya tanpa henti redefnisi pemahaman, pengenalan dan pengetahuan terhadap Kebenaran [dan bukan Kebenaran itu sendiri yang diredefinisi, karena Kebenaran tetap ada dan tiada perubahan]. Kesimpulan ini saya tutup dengan mengutip tulisan DR. Dieter Becker. Beliau menjelaskan bahwa salah satu fungsi dogmatika adalah: “fungsi produktif kontekstual,…Dogmatika harus menginterpretasikan Kitab Suci dan dogma terus menerus secara baru. Dogmatika tidak boleh tinggal dalam pertimbangan-pertimbangan historis saja. Keputusan-keputusan dari sejarah gereja dan sejarah misi membutuhkan penerjemahan kebenarannya kedalam situasi yang baru[f20]. Bersediakah kita dengan keberanian melakukan lompatan eksistensial untuk meredefinisi berbagai dogmatika yang telah tidak relevan dalam kehidupan beriman?

Footnote: [f1] : Gramedia Pustaka Tama, 2003, hal 73
[f2] : Ibid., hal 80
[f3] : J.D. Douglas, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jild I, Yayasan Bina Kasih OMF, 1994, hal 39
[f4] : BPK 1998, hal 39
[f5] : Vol III, Grand Rapids Michigan, 1978, p.373
[f6] : Loc.Cit., Iman Kristen, hal 39
[f7] : Nusa Indah Ende Flores, 1978, hal 30
[f8] : Destiny Image Publishers, 2001, p.17
[f9] : Hebrew As the Spoken and Writen Language in the Last days of the Second Temple, Journal of Biblical Literature, Vol LXXIX, 1960, p.32-47
[f10] : Op.Cit., Understanding the Dificults Word of Jesus, p.18
[f11] : An Aramaic Approach to the Gospels and Act, 3 rd ed. Oxford, 1967
[f12] : Op.Cit., Undestanding the Dificult Word of Jesus, p.23-24
[f13] : The Hebraic Root New Testament Version, Society for the Advancement of Nazarene Judaism, 2001, p.xxviii-xxxi
[f14] : Pdt. Josias Lengkong, MTh., Ph.D., Solusi Atas Kontroversi Penggunaan Nama Allah, hal 2 [makalah disampaikan di Hotel Indonesia, 25 Agustus 2000]
[f14] : Yisrael Hawkins, Why Aren’t Your Prayer Answered Today? The House of Yahweh Publications, 1995, p.10
[f15] : Israel Explorations Journal, Vol III, No 2
[f16] : Israel Explorations Journal, Vol XVI, No 1
[f17] : Nama Ilahi Yang Akan Kekal Selamanya, Watch Tower Bible & Tract Society of pensilvania, 1984, hal 13
[f18] : Ibid.
[f19] : Grant R. Jefrey, Tanda Tangan Allah, YPI Immanuel, 1999, hal 62-64
[f20] : DR. Dieter Becker, Pedoman Dogmatika, BPK 1993, hal 7


Pdt. Teguh Hindarto, MTh.
Disampaikan pada Forum Panel Diskusi
Di Auditorium Duta Wacana-Yogyakarta
Tgl 20 Oktober 2003


Re-posted with permission from:  Pdt. Teguh Hindarto, MTh.


Finally I want to say:


"YHWH ELOHEINU WE AVOTENU YEVAREK ETKEM
BE SHEM YAHSHUA MOSHIENU.
AMN.”